Antara Teko, Obat, dan Kepercayaan Warga Desa
"Pak, obatnya diminum pakai teh manis saja ya, biar tidak pahit." Kalimat yang sering kami dengar saat berkeliling ke dusun-dusun di Bantul.
Setiap kali Tim PAFI Bantul menggelar sesi konsultasi di balai dusun atau pos kesehatan, pemandangan yang sama selalu terulang. Ibu-ibu membawa botol teh manis dalam termos plastik, siap menjadi "partner" obat yang baru saja diterima dari petugas kesehatan. Kebiasaan yang tampak sederhana ini sebenarnya mencerminkan perjalanan panjang kepercayaan dan tradisi yang mengakar dalam kehidupan masyarakat desa.
"Di balik setiap kebiasaan minum obat dengan teh manis, ada cerita tentang bagaimana warga desa mencari cara untuk membuat pengobatan terasa lebih 'manusiawi' dan tidak menakutkan."
Mbah Parti dari Dusun Karangrejek, Sewon, menjelaskan dengan logika yang mengalir: "Teh kan hangat, Nak. Obat kalau diminum pakai air dingin rasanya kok aneh. Lagian teh manis kan bikin tenang hati." Dalam pandangan beliau, obat bukan sekadar zat kimia yang harus ditelan, tetapi bagian dari ritual penyembuhan yang melibatkan ketenangan batin.
Namun, apa yang tidak disadari Mbah Parti dan ribuan warga lainnya adalah bahwa tanin dalam teh dapat mengikat beberapa jenis obat, mengurangi efektivitasnya. Obat antibiotik, suplemen zat besi, dan beberapa obat jantung dapat terganggu penyerapannya ketika dikonsumsi bersamaan dengan teh. Di sinilah peran PAFI Bantul menjadi vital: menjembatani pengetahuan farmasi modern dengan kearifan lokal tanpa menghakimi.
"Kami tidak pernah melarang secara tegas," ungkap Apt. Sari Rejeki, Ketua PAFI Bantul. "Yang kami lakukan adalah mengajak warga untuk memahami mengapa air putih menjadi pilihan terbaik, sambil tetap menghargai tradisi dan kepercayaan mereka." Pendekatan ini terbukti lebih efektif daripada edukasi yang bersifat instruktif.
Perubahan mulai terlihat setelah program edukasi intensif dilakukan selama dua tahun terakhir. Pak Slamet, ketua RT di Dusun Kembaran, Tamantirto, kini menjadi "duta" kampanye "minum obat pakai air putih" di lingkungannya. "Setelah dijelaskan dengan gambar sederhana tentang cara kerja obat di dalam tubuh, saya paham kenapa air putih lebih baik," katanya.
Perjalanan mengubah kebiasaan memang tidak mudah, tetapi melalui pendekatan yang penuh pengertian dan penghormatan terhadap budaya lokal, PAFI Bantul terus membuktikan bahwa edukasi farmasi dapat berjalan seiring dengan kearifan tradisional. Teko teh manis tetap menjadi bagian dari kehangatan masyarakat desa, tetapi kini mereka tahu kapan saat yang tepat untuk menyingkirkannya demi kesehatan yang lebih baik.